BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata-mata sebuah imitasi (Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra pada umumnya berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya (Sarjidu, 2004: 2). Jenis sastra ada tiga, yaitu, prosa, fiksi dan drama. Sebelum mengenal karya sastra alangkah baiknya kita mengetahui dahulu definisi karya sastra. Sastra berasal dari bahasa sansekerta yaitu susastra, su artinya baik atau indah dan sastra artinya tulisan. Jadi, susastra artinya tulisan yang indah, tapi bukan bentuk tulisannya yang indah seperti kaligrafi. Yang dimaksud disini adalah isi kata-katanya yang indah dan menggugah hati pembaca sehingga emosi pembaca larut dalam tulisan yang dibacanya. Karya sastra adalah karya rekaan penulis berdasarkan sudut pandangnya, pengalamannya, wawasan ilmu pengetahuannya, apa yang dilihatnya dan suasana hatinya. Jadi, karya sastra adalah karya imajinasi penulis yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Kata prosa berasal dari bahasa Latin, prosa yang artinya terus terang. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), prosa adalah karangan bebas yang tidak terikat oleh kaidah yang terdapat dalam puisi. Secara sempit prosa adalah karya imajiner dan estetik. Dalam kesusastraan juga disebut fiksi, teks naratif, wacana naratif.
Fiksi menurut Altenbernd dan Lewis ( 1966 : 14 ) dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasi hubungan-hubungan antar manusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukan unsur hubungan dan dengan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia. Drama adalah salah satu jenis karya sastra yang mempunyai kelebihan dibandingkan dengan karya sastra jenis lain, yaitu unsur pementasan yang mengungkapkan isi cerita secara langsung dan dipertontonkan di depan umum. Meskipun demikian, ada juga naskah drama yang sifatnya hanya untuk dibacaan atau sering disebut closed drama. Berdasarkan ciri-cirinya, drama memiliki sifat penokohan yang mempunyai peranan penting dalam mengungkap cerita di dalamnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian prosa fiksi dan drama?
2. Apa saja jenis-jenis prosa fiksi dan drama?
3. Apa saja unsur-unsur fiksi dan drama?
4. Apa saja fakta cerita rekaan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian prosa, fiksi dan drama.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis prosa fiksi da.n drama
3. Untuk mengetahui unsur-unsur fiksi dan drama.
4. Untuk mengetahui fakta cerita rekaan.
BAB II PEMBAHASAN PROSA FIKSI DAN DRAMA
2.1 Pengertian Prosa Fiksi dan Drama
Prosa dalam kesusastraan sering disebut juga dengan istilah fiksi. Kata prosa diambil dari bahasa Inggris, yakni prose. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih luas. Ia dapat mencakup berbagai karya tulis yang ditulis dalam bentuk prosa, bukan dalam bentuk puisi atau drama. Prosa dalam pengertian ini tidak hanya terbatas pada tulisan yang digolongkan sebagai karya sastra, melainkan juga berbagai karya nonfiksi termasuk tulisan berita dalam surat kabar. Secara teoritis karya fiksi dapat dibedakan dengan karya nonfiksi, walau tentu saja pembedaan itu tidak bersifat mutlak, baik yang menyangkut unsur kebahasaan maupun unsur isi permasalahan yang dikemukakan, khususnya yang berkaitan dengan data-data faktual, dunia realitas. Karya Imajiner dan Estetis. Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut fiksi (fiction), teks naratif dalam pendekatan struktural dan semiotik. Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan (cerkan) atau cerita khayalan. Hal itu disebabkanfiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah (Abrams, 1981 : 61).
Istilah fiksi sering dipergunakan dalam pertentangannya dengan realitas sesuatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga keberaniannya pun dapat dibuktikan dengan data empiris. Sebagai sebuah kaarya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Oleh karena itu, fiksi menurut Altenbend dan Lewis (1966: 14), dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukkan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia. Betapapun saratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan struktur yang koheren, dan tetap mempunyai tujuan estetik (Wellek & Warren, 1956: 212). Kebenaran fiksi. Ada perbedaan antara kebenaran fiksi dan kebenaran dunia nyata. Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang, kebeneran yang yang telah diyakini “keabsahannya” sesuai dengan pandangannya terhadap masalah hidup dan kehidupan. Kebenaran dalam karya fiksi tidak harus sejalan dengan kebenaran yang berlaku di dunia nyata, misalnya kebenaran dari segi hukum, moral, agama, logika, dan sebagainya. Sesuatu yang tidak mungkin terjadi dan tidak dianggap benar di dunia, dapat saja terjadi dan dianggap benar di dunia fiksi. Misalnya, dalam peristiwa pembunuha. Sudjiman (1984:17) menyatakan bahwa fiksi adalah cerita rekaan, kisahan yang mempunyai tokoh, lakuan, dan alur yang dihasilkan oleh daya khayal atau imajinasi. Jika berbicara fiksi, maka konteksnya mengingatkan kepada karya sastra. Sebaliknya jika berbicara karya sastra, maka konteks tersebut akan mengarahkan kepada sebuah karya sastra yang bersifat fiktif. Cerita fiksi dihasilkan oleh daya imajinasi pengarang, maka seluruh aspek yang ada di dalam sebuah prosa tentunya juga berdasarkan khayalan.
Usaha penciptaan peristiwa atau pun tokoh sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi dalam cerita tersebut dapat ditinjau dari dua faktor utama, yaitu:
1. Faktor proses, Proses penciptaan dilihat dari subjektifitas sastrawan saat memproses alam sekitarnya dengan imajinasinya.
2. Faktor sumber penciptaan Semua hal yang terjadi di dalam semesta, terutama yang berlangsung di sekitar kehidupan pengarangnya. Subjektifitas pengarang turut menentukan bobot sebuah fiksi. Semakin tajam imajinasi pengarang ketika menciptakan permasalahan dalam cerita, biasanya semakin berbobot fiksi tersebut. Dengan demikian, maka semakin terintgrasi pula pengarang tersebut sebagai seorang sastrawan. Keindahan dan manfaat yang tercipta dalam sebuah fiksi dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan berbobot tidaknya sebuah karya sastra.
Drama Menurut Hassanudin, drama adalah karya yang memiliki dua dimensi sastra dan dimensi seni pertunjukkan.
Secara etimologis kata drama berasal dari bahasa Yunani asal katanya “dramoi” artinya menirukan perbuatan yang mengutamakan gerak. Menurut kamus drama adalah suatu karangan dalam bentuk prosa atau fiksi yang disajikan dalam dialog atau pantomim. Pengertian drama dari segi sastra, yaitu suatu naskah individu yang bernilai sastra dan bersifat “Script oriented” (berorientasi pada bacaan/naskah).
Pengertian drama dari segi teater atau pementasan, yaitu suatu cerita/ kisah kehidupan manusia yang disusun untuk dipertunjukkan oleh para pelaku, melalui perbuatan diatas pentas dan ditonton oleh publik (penonton) dan bersifat “Actor Oriented” (berorientasi pada pelaku).
Adapun ciri-ciri drama sebagai berikut:
1. Berbentuk dialog, yaitu adanya percakapan dua arah antar tokoh atau pelaku drama.
2. Ada para pelaku, yaitu memiliki pemeran atau tokoh cerita baik protagonis maupun antagonis.
3. Dipentaskan atau dipertontonkan, yaitu diselenggarakan di atas panggung baik tertutup maupun terbuka dengan tujuan untuk dinikamati oleh orang banyak.
4. Ada penonton, yaitu ada orang yang melihat atau hadir pada acara drama.
Ada dua unsur yang yang dimiliki oleh drama, yaitu intrinsik dan ekstrinsik.
1) Unsur Intrinsik Merupakan unsur yang membentuk di dalam suatu drama.
Yang termasuk unsur intrinsik drama adalah:
• Tema, yaitu ide pokok dalam cerita drama.
• Alur / plot, yaitu rangkaian peristiwa dari awal sampai akhir dalam suatu drama yang saling berhubungan.
• Sudut pandang penceritaan, yaitu cara seorang pengarang atau penulis drama dalam menceritakan tokoh drama.
• Perwatakan / tokoh, yaitu karakter tokoh dalam drama.
• Latar, yaitu tempat berlangsungnya suatu cerita dalam drama.
2) Unsur Ekstrinsik Merupakan unsur yang berasal dari luar kerangka penyusun drama.
Yang termasuk unsur ekstrinsik adalah sebagi berikut:
• Latar budaya sosial dan budaya di sekitar tempat tinggal pengarang.
• Latar belakang kehidupan pengarang.
2.2 Jenis-Jenis Prosa Fiksi dan Drama
Ditinjau dari segi penyebarannya, prosa fiksi dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni prosa lama (tradsional) dan prosa modern. Prosa tradisional lebih sering dikenal dengan prosa lisan sementara prosa modern dikenal dengan prosa tulisan. Fiksi tradisional lebih mengandalkan oral gestur yang awalnya berkembang dalam masyarakat daerah yang belum memiliki tradisi tulis. 1. Prosa lama Yaitu karya sastra yang belum mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat. Perbedaan prosa lama dan prosa baru adalah sebagai berikut: Prosa lama cenderung bersifat imajinatif, istanasentris, didaktif, anonim, dan bentuk serta isinya statis, sedangkan prosa baru bersifat realistis (melukiskan kenyataan sehari-hari), mengalami perubahan terus menerus sesuai dengan pembahasan masa, dan tidak anonim (Karsinem, 2013: 51) .
Yang termasuk prosa lama ialah:
a) Dongeng Yaitu bentuk prosa lama yang semata-mata berdasarkan khayal dan disampaikan secara lisan. Contohnya: dongeng kancil yang cerdik..
b) Hikayat Yaitu prosa lama yang isinya mengenai kejadian-kejadian di lingkungan istana, tentang keluaga raja. Contohnya: Hikayat Hang Tuah, Hikayat Amir Hamzah.
c) Silsilah atau Tambo Yaitu semacam sejarah, tetapi isinya sudah bercampur dengan khayalan sehingga banyak cerita yang tidak terencana oleh pikiran sehat. Contohnya: Sejarah Melayu
2. Prosa Baru Prosa baru adalah karangan prosa yang timbul setelah mendapat pengaruh sastra atau budaya Barat. Adapun bentuk sastra baru sebagai berikut:
1. Roman Roman adalah bentuk prosa baru yang mengisahkan kehidupan pelaku utamanya dengan segala suka dukanya. Roman mengungkap adat atau aspek kehidupan suatu masyarakat secara mendetail dan menyeluruh, alur bercabang-cabang, banyak digresi (pelanturan). Roman terbentuk dari pengembangan atas seluruh segi kehidupan pelaku dalam cerita tersebut. Berdasarkan kandungan isinya, roman dibedakan atas beberapa macam, antara lain sebagai berikut:
a. Roman bertendens, yang di dalamnya terselip maksud tertentu, atau yang mengandung pandangan hidup yang dapat dipetik oleh pembaca untuk kebaikan. Contoh: Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Salah Asuhan oleh Abdul Muis, Darah Muda oleh Adinegoro.
b. Roman sosial, memberikan gambaran tentang keadaan masyarakat. Biasanya yang dilukiskan mengenai keburukan-keburukan masyarakat yang bersangkutan. Contoh: Sengsara Membawa Nikmat oleh Tulis St. Sati, Neraka Dunia oleh Adinegoro.
c. Roman sejarah, yaitu roman yang isinya dijalin berdasarkan fakta historis, peristiwa-peristiwa sejarah, atau kehidupan seorang tokoh dalam sejarah. Contoh: Hulubalang Raja oleh Nur St. Iskandar, Tambera oleh Utuy Tatang Sontani, Surapati oleh Abdul Muis. d. Roman psikologis, yaitu roman yang lebih menekankan gambaran kejiwaan yang mendasari segala tindak dan perilaku tokoh utamanya. Contoh: Atheis oleh Achdiat Kartamiharja, Katak Hendak Menjadi Lembu oleh Nur St. Iskandar, Belenggu oleh Armijn Pane.
2. Novel Novel berasal dari Italia yaitu novella ‘berita’. Novel adalah bentuk prosa baru yang melukiskan sebagian kehidupan pelaku utamanya yang terpenting, paling menarik, dan yang mengandung konflik. Konflik atau pergulatan jiwa tersebut mengakibatkan perobahan nasib pelaku. lika roman condong pada idealisme, novel pada realisme. Biasanya novel lebih pendek daripada roman dan lebih panjang dari cerpen. Contoh: Ave Maria oleh Idrus, Keluarga Gerilya oleh Pramoedya Ananta Toer, Perburuan oleh Pramoedya Ananta Toer, Ziarah oleh Iwan Simatupang, Surabaya oleh Idrus.
3. Cerpen Cerpen adalah bentuk prosa baru yang menceritakam sebagian kecil dari kehidupan pelakunya yang terpenting dan paling menarik. Di dalam cerpen boleh ada konflik atau pertikaian, akan telapi hat itu tidak menyebabkan perubahan nasib pelakunya. Contoh: Radio Masyarakat oleh Rosihan Anwar, Bola Lampu oleh Asrul Sani, Teman Duduk oleh Moh. Kosim, Wajah yang Bembah oleh Trisno Sumarjo, Robohnya Surau Kami oleh A.A. Navis.
4. Riwayat (biografi) Riwayat (biografi) adalah suatu karangan prosa yang berisi pengalaman-pengalaman hidup pengarang sendiri (otobiografi) atau bisa juga pengalaman hidup orang lain sejak kecil hingga dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia. Contoh: Soeharto Anak Desa, Prof. Dr. B.I Habibie, Ki Hajar Dewantara. Jenis-Jenis Drama Berdasarkan masanya drama dapat dibedakan atas:
a. Drama Baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari.
b. Drama Lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya. Macam-macam drama berdasarkan isi kandungan cerita :
1. Drama komedi, adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan.
2. Drama tragedi, adalah drama yang ceritanya sedih penuh kemalangan.
3. Drama tragedi komedi, adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya.
4. Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian.
5. Lelucon atau dagelan adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa penonton.
6. Operet atau Operette adalah opera yang ceritanya lebih pendek.
7. Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan.
8. Tablau adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya.
9. Passie adalah drama yang mengandung unsur agama atau relijius. 10. Wayang adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang.
2.3 Unsur-Unsur Fiksi dan Drama
1) Unsur Ekstrinsik
Unsur yang membangun sebuah fiksi yang berasal dari luar sastra. Unsur ekstrinsik fiksi yang utama adalah pengarang, sensitivitas pengarang, pandangan hidup pengarang (tata nilai masyarakat, ideologi, konvensi budaya, konvensi sastra, konvensi bahasa).
2) Unsur intrinsik
Unsur yang membangun dari dalam fiksi tersebut. Dapat dibedakan menjadi dua, yakni unsur bentuk dan unsur isi atau lebih dikenal dengan unsur fisik dan unsur mental. Unsur bentuk (fisik): alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa. Unsur isi (mental): tema dan amanat. Plot, cara pengarang menyusun dan menghadirkan peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita sastra yang berdasarkan hubungan kausalitas (sebab-akibat).Plot cerita tidak selalu berurutan, pengarang yang kreatif akan menyusun peristiwa cerita sehingga cerita menjadi absurd. Unsur-unsur fiksi adalah subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap , keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya (Wellek & Warren, 1956 : 75-135).
Unsur-Unsur Drama
1) Intrinsik Merupakan unsur dalam atau unsur yang tidak tampak. Dalam unsur intrinsik ada:
- Tema yaitu ide pokok yang ingin disampaikan dari sebuah cerita.
- Alur / plot yaitu jalan cerita. - Latar / setting yaitu tempat kejadian.
- Amanat yaitu pesan yang hendak disampaikan penulis dari sebuah cerita.
2) Ekstrinsik Merupakan ubsur yang tampak, seperti adanya dialog / percakapan.
Namun, unsur-unsur ini bisa bertambah ketika naskah sudah dipentaskan. Di sana akan tampak panggung, properti, tokoh, sutradara, dan penonton.
2.4 Fakta Cerita Rekaan
Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunnya. Struktur karya fiksi menyaran pada pengertian hubungan antar unsur yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama-sama membentuk satu kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 2000:36). Stanton mengatakan bahwa prosa fiksi dibangun dengan tiga unsur, yaitu plot, penokohan, latar atau setting.
1. Plot/alur Seperti yang dikemukakan Abrams dalam (Nurgiyantoro, 2000:136), plot dalam sebuah karya fiksi dikatakan memberi kejutan jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang, atau bahkan bertentangan dengan harapan kita sebagai pembaca.
2. Tokoh dan Penokohan Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman dan Hariyanto, 1998:2.13). Sedangkan penokohan atau perwatakan ialah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh di dalam karya sastra (Sudjiman dan Hariyanto, 1998:2.13). Nurgiyantoro (2000: 176) membedakan tokoh dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam cerita sebagai tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama senantiasa ada dalam setiap peristiwa di dalam cerita. Untuk menentukan siapa tokoh utama dalam cerita, kriteria yang biasa digunakan ialah:
a) Tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain.
b) Tokoh yang paling banyak dikisahkan oleh pengarangnya, dan
c) Tokoh yang paling banyak terlibat dengan tema cerita.
3. Latar atau setting Unsur yang menunjukkan di mana dan kapan peristiwa-peristiwa dalam kisah itu berlangsung disebut latar /setting ( Rahmanto dan Hariyanto, 1998:2.15). Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000:216). Lebih lanjut Rahmanto dan Hariyanto (1998:2.15) mendeskripsikan latar menjadi tiga kategori, yaitu: tempat, waktu, dan sosial. Yang dimaksud sebagai latar tempat adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah-masalah historis, dan latar sosial berhubungan dengan kehidupan kemasyarakatan. Kehadiran latar dalam sebuah cerita mempunyai fungsi, yaitu:
a) Untuk melukiskan dan meyakinkan pembaca tentang gerak dan tindakan tokoh.
b) Membantu mengetahui keseluruhan arti dari sebuah cerita.
c) Menciptakan atmosfir yang bermanfaat dan berguna menghidupkan peristiwa (Tarigan, 1984:136). Jadi, latar merupakan lingkungan cerita yang berkaitan dengan masalah tempat dan waktu terjadimya peristiwa, lingkungan sosial, dan lingkungan alam yang digambarkan guna menghidupkan peristiwa.
Cerita Rekaan Cerita rekaan merupakan cerita yang terwujud dari hasil olahan pengarang terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi. Berdasarkan rumusan seperti ini, cerita rekaan dapat berupa pandangan, tafsiran dan penilaian pengarang terhadap pengalaman yang terjadi.
Unsur Cerita Rekaan
a) Unsur Intrinsik
Sebuah karya sastra, termasuk cerkan pada dasarnya merupakan sebuah totalitas, suatu kesatuan menyeluruh yang bersifat artistik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun cerita itu sendiri dari dalam. Unsur-unsur itulah yang menegaskan sebuah karya dapat disebut atau dikelompokkan dalam karya sastra (cerita). Dengan demikian, unsur intrinsik merupakan salah satu acuan untuk menentukan keberadaan suatu cerkan. Robert Stanton mengelompokkan elemen-elemen pembangun cerkan menjadi tiga bagian, yaitu
(1) fakta cerita,
(2) sarana cerita, dan
(3) tema.
b) Unsur ekstrinsik
Mempunyai nilai estetik, jika pengarang mampu menuangkannya dalam satu rangkaian ide yang termanifestasi dari karakter tokoh, persoalan yang dihadapi, pemecahan persoalan. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar cerkan, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisasi cerkan. Dengan kata lain, unsur ekstrinsik adalah unsur yang mempengaruhi bangun cerita, namun unsur tersebut tidak menjadi bagian di dalamnya.
BAB III SIMPULAN
Prosa sering diistilahkan dengan fiksi (fiction), teks naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discourse). Prosa yang sejajar dengan istilah fiksi (arti rekaan) dapat diartikan karya naratif yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, tidak sungguh-sungguh terjadi di dunia nyata. Fiksi adalah suatu karya sastra yang mengungkap realitas kehidupan sehingga mampu mengembangkan daya imajinasi. Fiksi menurut Altenbernd dan Lewis yang dikutip oleh jakob sumardjo dam bukunya yang berjudul” Apresiasi Kesusastraan”(1955), menjelaskan bahwa fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasi hubungan – hubungan antar manusia Drama adalah salah satu jenis karya sastra yang mempunyai kelebihan dibandingkan dengan karya sastra jenis lain, yaitu unsur pementasan yang mengungkapkan isi cerita secara langsung dan dipertontonkan di depan umum. 3.1 Saran Dengan adanya makalah ini semoga dapat membantu mahasiswa untuk memperoleh informasi tentang sastra serta untuk memperdalam mempelajari bahasa Indonesia tentang prosa fiksi dan drama. Sebagai para calon guru hendaknya kita benar-benar profesional dalam disiplin ilmu yang kita kuasai sehingga dapat menularkan pengetahun kepada anak didik dengan baik. Kemampuan dan keterampilan bahasa yang kita miliki tidak hanya menuntut untuk menguasai teori semata tetapi juga menuntut kita mampu untuk mencontohkan dalam bentuk karya-karya nyata khususnya pada materi yang memerlukan praktik nyata seperti drama dan pembacaan puisi.
DAFTAR PUSTAKA
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sayuti, Suminto. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media. Deewojati, Cahyaningrum. 2010. Drama. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press. Sumarta, Karsinem. 2013. Keterampilan Menulis. Pekanbaru. Universitas Islam Riau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar